Kamis, 12 November 2015

TARI JAIPONG ANTARA ADA DAN TIADA DI ERA MODERN



TARI JAIPONG ANTARA ADA DAN TIADA DI ZAMAN MODERN



ASAL USUL TARI JAIPONG

      Jaipongan adalah sebuah aliran seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman Berasal dari Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan. Sebagai tarian pergaulan, tari Jaipong berhasil dikembangkan oleh Seniman Sunda menjadi tarian yang memasyarakat dan sangat digemari oleh masyarakat Jawa Barat (khususnya), bahkan populer sampai di luar Jawa Barat.
       Menyebut Jaipongan sebenarnya tak hanya akan mengingatkan orang pada sejenis tari tradisi Sunda yang atraktif dengan gerak yang dinamis. Tangan, bahu, dan pinggul selalu menjadi bagian dominan dalam pola gerak yang lincah, diiringi oleh pukulan kendang. Terutama pada penari perempuan, seluruhnya itu selalu dibarengi dengan senyum manis dan kerlingan mata. Inilah sejenis tarian pergaulan dalam tradisi tari Sunda yang muncul pada akhir tahun 1970-an yang sampai hari ini popularitasnya masih hidup di tengah masyarakat.
         Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul.

         Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.

             Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu / Doger / Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu / Doger / Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.




ALAT MUSIK DALAM PERTUNJUKAN JAIPONG
Tari Jaipong ini biasa dibawakan dengan iringan musik yang khas, yaitu
Degung. Arti Degung sebenarnya hampir sama dengan Gangsa di Jawa Tengah,
Gong di Bali atau Goong di Banten yaitu Gamelan, Gamelan merupakan sekelompok
waditra dengan cara membunyikan alatnya kebanyakan dipukul. Musik ini
merupakan kumpulan beragam alat musik. Degung bisa diibaratkan 'Orkestra' dalam
musik Eropa/Amerika. Berikut alat-alat musik yang merupakan bagian dari degung :







Kendang
Terbuat dari kayu utuh yang di lubangi dan dipasangi dengan kulit di kedua
sisinya. Ukuran kendang bermacam-macam. Satu set kendang terdiri dari 4 kendang
kecil dan 1 kendang besar. Kendang berfungsi sebagai konduktor. Jadi penabuh
kendah harus mengetahui alur musik yang di mainkan. Juga harus mengikuti gerakan
tarian sipenari.


Saron
Saron terdiri dari 7 bilah yang terbuat dari perunggu dan dipasang diatas kayu
dengan lubang di bawahnya yang berfungsi sebagai resonansi sehingga suaranya
terdengar keras. (atau disebut juga ricik) adalah salah satu instrumen gamelan yang
termasuk keluarga balungan.
Gong
 Berbentuk bundar dan berukuran besar sekitar 75-100cm diameternya.

Suling
Terbuat dari bambu yang terdiri dari 6 lubang. Suling merupakan alat musik
dari keluarga alat musik tiup kayu. Suara suling berciri lembut dan dapat dipadukan
dengan alat musik lainnya dengan baik.           

Gambang
Terbuat dari Kayu berjajar, berbentuk seperti saron tapi terdiri dari 4 tangga
nada. sehingga si penabuh selalu memainkan nya sesuai dengan irama musik dan
diselaraskan dengan alunan pesinden dan suling.

Jaipongan Era Modern

                Pada tahun 1979 jaipongan mengalami proses transformasi dan penataan (stilisasi) baik dalam pola tepak gendang maupun dalam ibing (tarian) juga dalam penciptaan komposisi tembang (lagu), melalui tangan dingin seorang seniman asal bandung yaitu Gugum Gumbira. Maka mulai saat itu jaipongan yang terlahir di karawang dibesarkan dalam khasanah kemasan seni yang mutakhir dan lebih modern.
             Semua bentuk dan model tepak gendang di susun dan di berikan pola yang lebih terstruktur dalam bentuk notasi, yang kemudian di urai dan di tuangkan kedalam beberapa komposisi lagu yang sesuai dengan tuntutan pasar (commercial), maka pada saat itu di bandung muncul grup kesenian jaipong yang melegenda seperti JUGALA (Juara dalam gaya dan Lagu) dengan tembang hitsnya seperti Daun pulus Keser Bojong, Randa Ngora dan banyak lagi,sudah tentu komposisi yang di bawakan oleh Jugala berbeda dengan komposisi awal yang dimainkan oleh Suanda grup selaku pelopor dari lahirnya musik jaipong di karawang, meskipun Suanda terlibat didalamnya sebagai penabuh gendang. Ini di sebabkan Suanda memainkan gendang berdasarkan pada pola yang sudah disusun secara cermat oleh komposernya yaitu Gugum Gumbira.
             Gaya dari bentuk elemen jaipongan serta kualitas dan ekspresinya di kemas dalam pola-pola yang terbarukan sehingga sosok jaipongan seolah terlahir kembali dengan balutan gaya modern. Keterlibatan sarjana-sarjana seni dalam upaya untuk mengembangkan dan mencari bentuk-bentuk seni pertunjukkan tradisional di jawa barat juga menjadi penyebab utama menggeliatnya seni pertunjukan jaipongan dan menjadi besar seperti sekarang ini.

      TARI JAIPONG DALAM MENGHADAPI ARUS GLOBALISASI      
              Indonesia memiliki segudang kesenian dan kebudayaan yang sangat menarik untuk kita gali. Banyak sekali kebudayaan serta kesenian Indonesia yang sudah mulai punah karena tergerus oleh perkembangan jaman yang semakin modern. Tantangan globalisasi menjadi bagian dari tantangan yang bersifat eksternal selain dari tantangan, bahkan ancaman yang berasal dari keanekaragaman budaya dan suku bangsa yang bersifat internal. Perkembangan teknologi informasi menjadi salah satu sebab semakin cepatnya terjadi perubahan pada masyarakat suatu bangsa.
            Perkembangan teknologi informasi (internet) ini dapat dimanfaatkan untuk media pengembangan budaya nasional. Bangsa Indonesia memiliki kesempatan yang besar untuk mempublikasikan atau bahkan mempromosikan semua budaya nasional Bangsa Indonesia untuk kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat. Seperti mempromosikan kebudayaan & tradisi Indonesia agar lebih dikenal dunia serta dapat menarik wisatawan asing untuk mengunjungi Indonesia sebagai tujuan utama wisata mereka. Disadari atau tidak banyak sekali kebudayaan Indonesia mulai punah dan tersingkir keberadaannya.
        Tari jaipong sendiri tinggal menunggu waktu untuk segera tertelan jaman. Penerus yang masih peduli untuk melestarikan, pada era sekarang ini jumlahnya bisa terhitung oleh jari,sebuah kemirisan tentang keberadaan budaya Indonesia di negerinya sendiri,tari jaipong merupakan jenis tari pergaulan tradisional yang sangat terkenal pada jamannya di Indonesia terutama di daerah bagian Jawa Barat. Tari jaipong merupakan salah satu identitas kesenian Jawa Barat. Tari ini sering dipentaskan saat acara penting, seperti penyambutan tamu dari negara asing yang mengunjungi Jawa Barat bahkan untuk misi-misi kesenian ke luar negeri.
               Perkembangan tari japong sendiri dalam perkembangannya saat ini kurang berkembang karena kurang mmendapat perhatian. Support pemerintah dalam mengembangkan tari jaipong dirasa kurang serasa di anak tirikan, berbeda dengan tari Bali dan Jawa yang mendapat support dari pemerintah. Sejauh ini para pelaku seni tari jaipong ini berusaha bertahan sendiri untuk survive dan bertahan.
          
          Saat ini media TV, swasta maupun pemerintah jarang sekali, memunculkan tari tradisional, ada hanya beberapa tapi dalam TV lokal. Peran pemerintah dalam memajukan dan melestarikan kesenian daerah sangatlah penting karena tanpa support dari pemerintah seperti dana dan promosi agar kesenian tari jaipong ini tetap bertahan dari gerusan arus globalisasi. Arus globalisasi yang kian deras membuat kesenian daerah banyak yang sudah mulai punah satu persaru karena minat kaum muda akan kesenian daerah sangatlah kecil, mereka menganggap kesenian daerah bukanlah hal yang wajib untuk dipelajari.
             Dalam perkembangannya menghadapi arus globalisasi, para seniman tari jaipong bertahan dengan kondisi yang serba seadanya untuk bertahan hidup dan mempertahankan kesenian tari jaipong ini,untuk itu kita sebagai generasi penerus bangsa harus tetap menjaga dan melestarikan budaya di negeri kita Indonesia, jangan ketika salah satu budaya tersebut diambil atau diakui oleh negara lai seperti kasus-kasus sebelumnya barulah kita semua menghujat dan mencaci. Kita harus memiliki sifat sadar budaya, agar tidak makin banyak budaya yang punah karena tergerus arus globalisasi.
                 Karawang sendiri sebagai tempat kelahirannya seni pertunjukan jaipongan seharusnya lebih menggarap dan mengembangkan potensinya, tentunya dengan mengutamakan kearifan lokal sehingga jatidiri dan karakteristik karawang sebagai kota seni dan budaya jawa barat dapat lebih eksis dan mampu berbicara dalam khasanah ruang seni budaya global.


                                        Tinjauan Permasalahan
Kebudayaan Jaipong tumbuh subur didaerah pesisir pantai utara Jawa Barat meliputi daerah Kabupaten Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, dan Cirebon dengan berjalannya waktu terjadi modernisasi yang membuat segala sesuatu yang berunsur budaya tradisional tertinggal tergerus jaman.
Ada beberapa generasi yang berusaha mempertahankan budaya ini agar tetap tumbuh dan berkembang di masyarakat, dengan cara antara lain :
Mencampurkan unsur-unsur pencak silat didalamnya.
Mengurangi unsur erotisme di dalam gerakan tarian Jaipong.
Memperbanyak pertunjukan-pertunjukan rakyat dilingkungan penduduk dan
di sanggar-sanggar tari.
Upaya-upaya generasi muda untuk melestarikan dengan cara
memodernisasikan tarian Jaipong seperti yang dilakukan oleh Gugum
Gumbira dan kawan-kawan.
  
Kesimpulan 

kesimpulan dari permasalahan tari jaipong adalah banyak sekali yang sulit untuk melestarikan kebudayaan yaitu tari jaipong di daerah sendiri pun termasuk Jawabarat banyak orang yang tidak mau melestarikan kebudayaannya, oleh karena itu kita sebagai generasi penerus harus menjaga agar kebudayaanbtari jaipong tetap ada di era modern ini kadang setelah arus globalisasi masuk, banyak orang yang melupakan kebudayaan yang alami dari Indonesia, Tari Jaipong merupakan bagian dari salah satu warisan budaya Indonesia yang harus dijaga dan dihidupkan kembali, dengan mengadang pentas-pentas yang ada di daerah maupun di kota, dan meneruskan adanya sanggar-sanggar yang ada di wilayah Jawabarat,sehingga Tari Jaipong selalu teringat akan Budaya yang masih kental di tatar sunda.